Monday, May 21, 2012

Hukum Menghidupkan Malam Nisfu Sy'ban



. Kita dianjurkan untuk meramaikan  malam Nifsu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, memperbanyak bacaan zikir, memperbanyak bada'an shallawat, membaca
Al-Quran, bersedekah, berdo'a dan mengerjakan amal-amal salih lainnya.


Bagi yg mau mengamalkannya, berdoalah agar Allah swt mengubah catatan
rizki dan takdir di dalam buku besar Allah menjadi lebih baik dan mohon
ampunlah atas dosa2 yg telah kita perbuat dengan memperbanyak istighfar.

Menurut petunjuknya sebagian ulama, amalan malam Nifsu Sya'ban yaitu :

1. Sholat fardhu Magrib

2. Membaca Surah Yassin 3 kali

3. Membaca doa Nifsu Say'ban

4. Mengidupkan malam Nifsu Sya'ban dengan memperbanyak dzikir, shalawat,
doa dan istighfar.

Selamat beribadah malam Nifsu Sya'ban, Semoga Allah mengampuni dosa-dosa
kita.

Amin

----------------------------
Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban Yang Sunnah dan Yang Bid’ah

Apakah ada hadits yang menerangkan keutamaan malam nishfu sya’ban,
juga tentang hukumnya, hukum menghidupkan malam tersebut dengan
shalat, dzikir dan doa? Apakah hal tersebut disyariatkan atau tidak?
Apakah sama hukumnya melakukannya sendiri dengan secara berjama’ah?
Lalu bagaimana juga hukum mengkhususkan berpuasa pada hari nishfu
sya’ban?

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al Uqail -rahimahullah- menjawab:

Terdapat banyak hadits yang menerangkan keutamaan malam nishfu
sya’ban. Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitabnya Lathaif Al
Ma’arif Fi Mawasim Al ‘Am Wal Wazhaif1, beliau menyebutkan bahwa dalam
hal ini terdapat ikhtilaf di antara para ulama. Mayoritas ulama
mendhaifkan hadits-hadits tersebut namun dishahihkan oleh Ibnu Hibban
dan beberapa ulama lain. Ibnu Hibban membawakan riwayat-riwayat
tersebut dalam Shahih Ibnu Hibban. Diantaranya:

Pertama
Hadits Aisyah Radhiallahu’anha:

قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم ذات ليلة, فخرجت أطلبه, فإذا هو
بالبقيع, رافعًا رأسه إلى السماء. فقال: ((أكنت تخافين أن يحيف الله عليك
ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله
تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا, فيغفر لأكثر
من عدد شعر غنم بني كلب))


“Aisyah berkata: ‘Aku kehilangan Nabi Shallallahu’alaihi Wasalllam
pada suatu malam. Maka aku keluar dan mencarinya. Ternyata beliau ada
di Baqi’. Beliau sedang menengadahkan kepalanya ke atas langit, lalu
bersabda: Wahai Aisyah, apakah engkau khawatir Allah dan Rasul-Nya
berbuat tidak adil terhadapmu?’. Aisyah berkata: ‘Wahai Rasulullah,
aku mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu’. Beliau lalu
bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Tabaaraka Wa Ta’ala turun ke langit
dunia pada malam nishfu sya’ban. Lalu Allah mengampuni hamba-Nya lebih
banyak dari pada jumlah bulu domba kabilah Kalb‘”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Majah2.
At Tirmidzi mengatakan bahwa Al Bukhari mendhaifkan hadits ini.

Kedua
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah3 dengan sanad yang dhaif,
yaitu hadits Abu Musa Al ‘Asy’ari:

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع في ليلة النصف من

شعبان, فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن


Dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Sungguh Allah
akan mengawasi hamba-hambanya di malam nishfu sya’ban, Allah akan
mengampuni dosa seluruh manusia kecuali orang musyrik dan orang yang
sedang dalam pertengkaran”

Ketiga
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad4, dari sahabat Abdullah Ibnu ‘Amr :

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف
من شعبان, فيغفر لعباده, إلا اثنين; مشاحن, أو قاتل نفس))

Dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Sungguh Allah
akan mengawasi hamba-hambanya di malam nishfu sya’ban, Allah akan
mengampuni dosa seluruh manusia kecuali dua orang: orang yang sedang
dalam pertengkaran dan pembunuh”

Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits ini dalam Shahih Ibnu Hibban5,
dari sahabat Mu’adz bin Jabal, secara marfu‘

Keempat
Sebuah hadits diriwayatkan dari Utsman bin Abu Al ‘Ash, secara marfu:

إذا كان ليلة النصف من شعبان, نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من
سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئًا إلا أعطي, إلا زانية بفرجها, أو مشرك


“Jika datang malam nishfu sya’ban, Allah Ta’ala menyeru: Apakah ada
orang yang memohon ampunan? Akan Aku ampuni. Apakah ada orang yang
memiliki permintaan? Akan Aku kabulkan. Tidak ada orang yang meminta
kecuali pasti Aku beri. Kecuali pezina yang berzina dengan
kemaluannya, dan orang musyrik”6

Ibnu Rajab pun berkata: “Dalam pembahasan ini masih terdapat hadits
yang lain, namun di dalamnya terdapat kelemahan”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha Shiratil Mustaqim
Mukhalafatu As-habil Jahiim, beliau berkata: “Tentang keutamaan malam
nishfu sya’ban telah diriwayatkan hadits-hadits yang marfu’ dan atsar
yang menunjukkan bahwa malam nishfu sya’ban memang memiliki
keutamaan”.

Beliau juga berkata: “Para ulama madinah dan beberapa ulama khalaf ada
yang mengingkari hal tersebut dan mengkritik hadits-hadits tentang
keutamaan malam nishfu sya’ban. Salah satu hadits yang dikritik adalah
hadits:

إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب

“Sesungguhnya Allah mengampuni hamba-Nya pada malam nishfu sya’ban
lebih banyak dari pada jumlah bulu domba kabilah Kalb‘”

Hadits-hadits lain tentang hal ini pun tidak lepas dari kritikan.
Namun yang menjadi pendapat banyak para ulama, terutama mayoritas
ulama madzhab Hambali, adalah menetapkan adanya keutamaan malam nishfu
sya’ban. Dikarenakan banyaknya hadits yang meriwayatkan hal tersebut,
hal itu didukung pula dengan atsar-atsar salaf. Selain itu,
hadits-hadits tentang keutamaan malam nishfu sya’ban diriwayatkan di
sebagian kitab-kitab musnad dan kitab-kitab sunan. Walau memang
sebagian hadits tersebut ada yang palsu”. [Sampai disini perkataan
Syaikhul Islam]

Menurutku, sebagian hadits palsu tentang hal ini adalah penafsiran ayat:

{إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَ


“Kami telah menurunkan Al Qur’an di malam yang penuh berkah” (QS. Ad
Dukhan: 3)

Malam yang penuh berkah ditafsirkan dengan malam nishfu sya’ban.
Penafsiran ini tentu bertentangan dengan ayat:

{شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآ

“Bulan Ramadhan, adalah bulan diturunkannya Al Qur’an” (QS. Al Baqarah: 185)

Dan firman Allah Ta’ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْ


“Kami telah menurunkan Al Qur’an di malam laitalul qadar” (QS. Al Qadr: 1)

Sedangkan hukum mengkhususkan malam nishfu sya’ban untuk shalat dan
berdzikir, dijelaskan oleh Ibnu Rajab dalam Lathaif Ma’arif7 bahwa hal
tersebut sama sekali tidak didasari oleh satu hadits shahih pun dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tidak pula dari para sahabat. Namun
memang terdapat atsar dari sebagian tabi’in Ahlu Syam, semisal Khalid
bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dll, bahwa mereka menghidupkan
malam nishfu sya’ban dan giat beribadah di malam tersebut.

Ibnu Rajab berkata: “Dari merekalah, sebagian ulama meyakini adanya
keutamaan malam tersebut dan menghidupkannya. Lalu ada yang mengatakan
bahwa pendapat mereka didasari oleh atsar Israiliyyat. Ketika menyebar
kabar tersebut, para ulama pun berselisih pendapat mengenai hukumnya.
Sebagian ada yang menerima dan menyetujui bahwa boleh menghidupkan
malam nishfu sya’ban. Diantaranya beberapa orang ahli ibadah dari kota
Bashrah dan beberapa lagi selain mereka. Sebagian lagi, semisal ulama
ahlul hijaz mengingkari hal tersebut. Diantaranya, Atha’ bin Abi
Mulaikah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam yang merupakan ulama ahli
fiqih dari Madinah. Pendapat ini juga yang dipegang oleh murid-murid
Imam Malik dan beberapa para ulama. Mereka berkata: Menghidupkan malam
nishfu sya’ban dengan shalat, dzikir dan doa, semuanya adalah bid’ah”.

Ulama ahlu Syam yang berpendapat bolehnya, berbeda pendapat tentang
tata cara menghidupkan malam nishfu sya’ban:

Pendapat pertama: Dianjurkan untuk menghidupkannya secara berjama’ah
di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin Amir, dll, mereka biasanya
mengenakan pakaian terbagus mereka, lalu memakai wewangian, celak,
kemudian menghidupkam malam tersebut di masjid. Ishaq bin Rahawaih pun
menyetujui pendapat ini, beliau mengatakan bahwa menghidupkan malam
nishfu sya’ban secara berjama’ah di masjid bukanlah bid’ah. Hal ini
dinukil oleh Harb Al Karmani dalam kitab Al Masa’il miliknya.

Pendapat kedua: Makruh hukumnya bila shalat, berdoa, membacakan
kisah-kisah, secara berjama’ah di masjid. Namun tidak makruh jika
dilakukan sendirian. Ini pendapat Imam Al Auza’i yang merupakan alim
ulama serta ahli fiqih ahlu syam. Dan pendapat inilah yang lebih
mendekati kebenaran, insya Allah”. [Sampai di sini perkataan Ibnu
Rajab]

Pendapat Al Auza’i ini juga yang pilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Al Ikhtiyarat8, beliau berkata: “Sebagian salaf ada
yang menghidupkannya dengan shalat malam. Namun, berkumpul di masjid
mengerjakannya secara berjama’ah adalah bid’ah. Demikian juga shalat
alfiyah”.

Sedangkan mengkhususkan puasa di hari nishfu sya’ban hukumnya
terlarang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Iqtidha, beliau
berkata: “Mengkhususkan puasa di hari nishfu sya’ban, tidak ada
asalnya, bahkan terlarang hukumnya. Demikian juga membuat perayaan
yang di dalamnya makanan-makanan dihidangkan, perhiasan-perhiasan
dipajang, adalah perayaan yang bid’ah dan tidak ada asalnya. Demikian
juga melaksanakan shalat alfiyah (1000 raka’at) secara berjama’ah di
masjid-masjid jami’, masjid-masjid perayaan, masjid-masjid instansi
dan masjid-masjid di pasar, pelakasanaannya secara berjama’ah di waktu
tertentu dengan cara tertentu, raka’at tertentu, dan bacaan tertentu
adalah perkara yang terlarang dan tidak disyariatkan. Karena hadits
tentang shalat alfiyah adalah hadits palsu dengan ijma’ ulama hadits.
Dengan dasar ini, tidak boleh melaksanakan shalat tersebut”. [Sampai
di sini perkataan Ibnu Taimiyah]. Perkataan para ulama yang senada
sangatlah banyak.

Kesimpulannya, malam nishfu sya’ban memiliki keutamaan. Hal ini
didasari oleh hadits-hadits yang marfu’ dan atsar-atsar salaf. Boleh
menghidupkan malam nishfu sya’ban secara sendirian tanpa berjama’ah.
Sedangkan cara-cara yang selain itu, adalah bid’ah. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment